Cari Blog Ini

Selasa, 03 Januari 2012

Suku Sakai


Lokasi Geografis
Suku Sakai merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia yang terletak di di pedalaman Riau, Sumatera. Suku Sakai merupakan keturunan Minangkabau yang melakukan migrasi ke tepi Sungai Gasib, di hulu Sungai Rokan, pedalaman Riau pada abad ke-14. Suku Sakai merupakan kelompak masyarakat dari Pagaruyung yang bermigrasi ke daratan Riau berabad-abad lalu.

Mereka selama ini sering dicirikan sebagai kelompok terasing yang hidup berpindah-pindah di hutan. Namun seiring dengan berjalannya waktu, alam asri tempat mereka berlindung mulai punah. Kawasan yang tadinya hutan, berkembang menjadi daerah industri perminyakan, usaha kehutanan, perkebunan karet dan kelapa sawit, dan sentra ekonomi. Komposisi masyarakatnya pun menjadi lebih heterogen dengan pendatang baru dan pencari kerja dari berbagai kelompok masyarakat yang ada di Indonesia (Jawa, Minang, Batak, dsb). Akibatnya, masyarakat Sakai pun mulai kehilangan sumber penghidupan, sementara usaha atau kerja di bidang lain belum biasa mereka jalani. Dan sebagian besar masyarakat Sakai hidup dari bertani dan berladang.

Dari tempat tinggal, masyarakat Sakai dapat dibedakan menjadi sakai Luar dan sakai Dalam. Sakai dalam merupakan warga sakai yang masih hidup setengah menetap dalam rimba belantara, dengan mata pencarian berburu, menangkap ikan dan mengambil hasil hutan. Sakai luar adalah warga yang mendiami perkampungan berdampingan dengan pemukiman-pemukiman suku melayu dan suku lainnya.
 
Budaya Sehari – hari
Suku sakai tergolong dalam ras Veddoid dengan ciri-ciri rambut keriting berombak. Kulit coklat kehitaman, tinggi tubuh laki-laki sekitar 155 cm dan perempuan 145 cm. Untuk berhubungan satu sama lain, orang Sakai menggunakan bahasa sakai. Banyak diantara mereka mengujar logat-logat bahasa batak Mandailing, bahasa Minangkabau dan bahasa Melayu.

Dilingkungan masyarakat suku sakai masih ditemukan upacara yang berkaitan dengan daur hidup (Life cycle). Pelaksanaan upacara tersebut dilaksanakan secara turun temurun yang masih dipertahankan oleh masyarakat suku sakai. Adapun upacara tersebut antara lain:
  1. Upacara kematian
  2. Upacara kelahiran
  3. Upacara pernikahan
  4. Upacara penobatan batin (orang yang dituakan atau pemimpin suku) baru.
Selain upacara yang berkaitan dengan lingkungan hidup (Life cycle) ada juga upacara yang berkaitan dengan peristiwa alam diantaranya,
  1. Upacara menanam padi
  2. Upacara menyiang
  3. Upacara sorang sirih
  4. Upacara tolak bala.
Walaupun sudah mengalami perubahan dalam masyarakat sakai tetapi masih berkaitan dengan upacara daur hidup masih melekat dalam kehidupan mareka. Masyarakat berpandangan apabila tidak melaksanakan upacara tersebut akan mendapatkan musiah menurut kepercayaan mereka yaitu akan diganggu oleh makhluk-makhluk gaib yang dinamakan antu (hantu).

Salah satu ciri masyarakat Sakai yang juga melahirkan penilaian negatif dari orang Melayu adalah agama mereka yang bersifat animistik. Meskipun banyak di antara orang Sakai yang telah memeluk Islam, namun mereka tetap memraktekkan agama nenek moyang mereka yang masih diselimuti unsur-unsur animisme, kekuatan magis, dan tentang mahkuk halus. Inti dari agama nenek moyang masyarakat Sakai adalah kepercayaan terhadap keberadaan ‘antu‘, atau mahluk gaib yang ada di sekitar mereka. Masyarakat Sakai menganggap bahwa antu juga memiliki kehidupan layaknya manusia. Mereka bergerombol dan memiliki kawasan pemukiman. Pusat dari pemukiman antu ini menurut orang Sakai berada di tengah-tengah rimba belantara yang belum pernah dijamah manusia.

Pelajaran yang akan di ajarkan
Pada kesempatan ini, saya akan mengajar pelajaran Matematika. Kenapa saya memilih Matematika? Karena Matematika sangat penting di dalam kehidupan. Masih banyak anak – anak suku yang tidak bisa menghitung, di karenakan keterbatasan. Daripada waktu anak – anak ini habis untuk bermain saja, lebih baik di gunakan untuk belajar. Lagi pula suku ini hidup secara nomaden atau berpindah - pindah, jadi mereka mudah untuk menyerap informasi baru.

Penjabaran rencana kerja
  • ·         Materi
Saya mengambil Matematika dasar untuk anak – anak. Di mulai dari mengenal angka, hingga berhitung. Materi Penambahan, pengurangan, pengalian serta pembagian di lakukan juga dengan menggunakan lidi di tahap awalnya, supaya mereka lebih mengerti dan paham.
  • ·         Metode Mengajar
Belajar di luar ruangan, dengan suasana alam akan terasa lebih relax dan nyaman. Interaksi antar guru dan murid pun lebih berjalan, dengan di adakan tanya jawab akan memacu semangat anak – anak untuk lebih maju. Mengajar dengan step by step, santai tapi pasti.
  • ·         Alat pembelajaran
Anak – anak tersebut menulis dengan pensil, mereka pun masih awam dengan itu. Maka saya harus mengajarkan menulis angka juga di mulai dari angka 1,2,3,dst. Angka di analogikan dengan suatu barang, misal: lidi. Itu akan mempermudah pemahaman materi tersebut.

Pencapaian
  • ·         Untuk masyarakat suku
Dengan di adakan pembelajaran tersebut anak – anak suku dalam pun bisa matematika, serta tidak tertinggal dengan zaman terutama tidak bodoh. Mudah – mudahan anak suku itu bisa berprestasi jika berada di luar lingkungan sukunya. Diharapkan, keterbelakangan Suku Sakai bisa diatasi, dengan mengikutsertakan mereka pada program-program pembangunan. 
  • ·         Untuk diri sendiri
Bangga bisa berbagi ilmu dengan anak – anak suku, semoga ilmu yang telah saya ajarkan tidak sia – sia, dan sangat berguna di kehidupan. Banyak pelajaran yang dapat saya ambil dari mengajar anak suku dalam.







»»  READMORE...