1. Berkaitan erat dengan saling ketergantungan pengaruh biaya, mutu, dan waktu
Sebagaimana diketahui bahwa dalam pelaksanaan manajemen konstruksi
didasari dari proses proyek itu sendiri, yang mempunyai awal dan akhir serta
tujuan menyelesaikan proyek tersebut alam bentuk bangunan fisik secara efisien
dan efektif. Untuk itu, diperlukan pengetahuan yang salah satunya menyangkut
aspek teknik pelaksanaan manajemen konstruksi itu sendiri dalam
penyelenggaraannya. Beberapa ruang lingkup pekerjaan yang menjadi aspek teknik
dapat dilihat dibawah ini :
Gambar 1.1 : Struktur pendekatan untuk manajemen proyek dengan
variabel ruang llingkup kegiatan yang merupakan aspek tekniknya.
(Sumber : Turney J. Rodney : “The Handbook of Project Based
Management”, McGraw-Hill Book Company, Berkshire, Maidenhead, England,
1991)
Dari gambaran sistematika di atas, dapat disebutkan bahwa proses
proyek konstruksi dimulai dengan perencanaan dan diakhiri dengan serah terima.
Selama proses berlangsung, beberapa aspek teknik yang berkaitan dengan proses,
perlu diketahui. Aspek teknik yang umum dilakukan terdistribusi dalam :
- Perencanaan
(planning)
- Penjadwalan
(scheduling)
- Pengendalian
(controling)
Hal ini untuk mencapai tujuan proyek yaitu menghasilkan bangunan
fisik yang mempunyai variabel biaya-mutu-waktu yang optimal. Sebagaimana
diketahui secara tradisional bahwa ketiga variabel tersebut saling berkaitan
dan saling mempengaruhi, yang umumnya dikenal sebagai Biaya – Mutu – Waktu.
Gambar 1.2 : Segitiga variabel biaya – mutu – waktu yang saling
mempengaruhi, variabel utama dalam aspek teknik manajemen konstruksi
(Sumber : Turney J. Rodney : “The Handbook of Project Based
Management”, McGraw-Hill Book Company, Berkshire, Maidenhead, England,
1991)
Ketiga variabel tersebut berkaitan dan saling mempengaruhi.
Sebagai misal MUTU : kualitas mutu berkaitan dengan BIAYA yang dikeluarkan,
besar kecilnya biaya secara umum menunjukkan tinggi rendahnya mutu untuk suatu
pekerjaan yang sama dengan spesifikasi yang sama pula.
Demikian pula dengan WAKTU pelaksanaan, tinggi rendahnya MUTU secara tidak langsung berkaitan dengan lama waktu pelaksanaan, mutu yang tinggi membutuhkan kehati-hatian dan pengawasan mutu yang lebih intensif, sehingga jelas akan memakan waktu yang lebih daripada waktu yang normal.
Dari WAKTU yang lebih lama ini otomatis, paling tidak dari segi biaya tidak langsung, akan kembali menambah BIAYA pelaksanaan. Bentuk saling ketergantungan ini memberikan beberapa kebutuhan akan teknik untuk menajemen proses konstruksi seperti tersebut di atas. Atas dasar tersebut, pada modul ini akan dibahas beberapa teori / teknik dalam lingkup pelaksanaan manajemen proyek konstruksi, yang meliputi :
1. Tahap Perencanaan
· Penyusunan
Work Breakdown Structure (WBS)
· Penyusunan
Organization Analysis Table (OAT)
· Memperkirakan
durasi dari WBS, OAT, Analisa Harga Satuan dan Ketersediaan Sumber Daya
Manusia.
2. Tahap Penjadwalan
· Diagram
Jaringan 1 (Activity on Arrow)
· Diagram
Jaringan 2 (Pengantar Activity on Node)
· Metode
Lintasan Kritis (CPM)
· Aliran Kas
(Cash Flow)
3. Tahap Pengendalian
· Monitoring
1 : Kurva – S
· Monitoring
2 : Integrasi Biaya – Waktu (Earned Value)
· Percepatan
Waktu dengan Biaya Optimal (Least Cost Analysis).
2. Berkaitan dengan Koordinasi dan Pengaturan Manajemen
Manajemen proyek dapat didefinisikan sebagai suatu proses dari
perencanaan, pengaturan, kepemimpinan, dan pengendalian dari suatu proyek oleh
para anggotanya dengan memanfaatkan sumber daya seoptimal mungkin untuk
mencapai sasaran yang telah ditentukan.
Tujuan/sasaran Manajemen Proyek adalah mengelola fungsi manajemen atau mengatur pelaksanaan pembangunan sedemikian rupa sehingga diperoleh hasil optimal sesuai dengan persyaratan (spesification) untk keperluan pencapaian tujuan ini, perlu diperhatikan pula mengenai mutu bangunan, biaya yang digunakan dan waktu pelaksanaan Dalam rangka pencapaian hasil ini selalu diusahakan pelaksanaan pengawasan mutu ( Quality Control ) , pengawasan biaya ( Cost Control ) dan pengawasan waktu pelaksanaan ( Time Control ).
Tujuan/sasaran Manajemen Proyek adalah mengelola fungsi manajemen atau mengatur pelaksanaan pembangunan sedemikian rupa sehingga diperoleh hasil optimal sesuai dengan persyaratan (spesification) untk keperluan pencapaian tujuan ini, perlu diperhatikan pula mengenai mutu bangunan, biaya yang digunakan dan waktu pelaksanaan Dalam rangka pencapaian hasil ini selalu diusahakan pelaksanaan pengawasan mutu ( Quality Control ) , pengawasan biaya ( Cost Control ) dan pengawasan waktu pelaksanaan ( Time Control ).
Pengelolaan aspek-aspek tersebut dengan benar merupakan kunci
keberhasilan dalam penyelenggaraan suatu proyek. Dengan adanya manajemen proyek maka akan terlihat batasan mengenai
tugas, wewenang, dan tanggung jawab dari pihak-pihak yang terlibat dalam proyek
baik langsung maupun tidak langsung, sehingga tidak akan terjadi adanya tugas
dan tangung jawab yang dilakukan secara bersamaan (overlapping).
Apabila fungsi-fungsi manajemen proyek dapat direalisasikan dengan
jelas dan terstruktur, maka tujuan akhir dari sebuah proyek akan mudah
terwujud, yaitu:
1. Tepat Waktu
2. Tepat Kuantitas
3. Tepat Kualitas
4. Tepat Biaya sesuai dengan
biaya rencana
5. Tidak adanya gejolak sosial
dengan masyarakat sekitar
6. Tercapainya K3 dengan baik
Pelaksanaan proyek memerlukan koordinasi dan kerjasama antar
organisasi secara solid dan terstruktur. Dan hal inilah yang menjadi kunci
pokok agar tujuan akhir proyek dapat selesai sesuai dengan schedule yang telah
direncanakan.
Beberapa unsur organisasi yang masing-masing mempunyai fungsi yang
berbeda. Adapun pihak-pihak tersebut antara lain:
1. Pemilik proyek
(owner)/investor yang juga merupakan konsultan manajemen konstruksi
2. Konsultan perencana
arsitektur, landscape, dan quantity surveyor.
3. Kontraktor pelaksana utama
yang membawahi:
· Konsultan
perencana struktur
· Sub
kontraktor spesialis
4. Kontraktor pondasi
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, ke-4 pihak tersebut harus
mempunyai hubungan kerja yang jelas, dan dapat bersifat ikatan kontrak,
perintah, maupun garis koordinasi. Hubungan antara pihak tersebut dapat dilihat
dalam skema pada gambar 1.3 dibawah ini.
Gambar 1.3 Skema Hubungan Kerja Pihak-Pihak Yang Terkait dalam
Proyek
Oleh : Chairil Nizar
3. Contoh proyek konstruksi yang berhenti akibat banyak faktor
LOKASI : Pusat Grosir Metro Tanah Abang
SEBAB : Konstruksi utama bangunan tambahan Metro Tanah Abang tersebut dibuat dari konstruksi baja. Hubungan antara konstruksi baja bangunan tambahan dengan bangunan induk Metro Tanah Abang kemungkinan dipakai baut sebagai konektor. Robohnya bangunan tambahan Metro Tanah Abang dapat disebabkan karena kesalahan perencanaan atau kesalahan dalam pelaksanaan dan pengawasan.
Di bidang konstruksi sebenarnya sering juga terjadi malpraktek yang disebabkan baik oleh pihak pengguna jasa maupun penyedia jasa. Salah satu contoh malpraktek konstruksi adalah robohnya bangunan tambahan di pusat grosir Metro Tanah Abang yang terjadi pada tanggal 23 Desember 2009 yang lalu.
Robohnya bangunan tambahan di pusat grosir Metro Tanah Abang sangat mungkin disebut sebagai malpraktek konstruksi. Walaupun selama ini robohnya suatu bangunan tidak pernah disebut sebagai malpraktek. Kesalahan-kesalahan di bidang konstruksi yang dilakukan oleh orang-perorang atau badan usaha yang mengakibatkan kerugian bagi pihak lain menurut penulis dapat disebut sebagai malpraktek konstruksi. Dalam kasus Metro Tanah Abang kerugian dialami oleh masyarakat yang menderita luka-luka dan meninggal dunia. Apabila perencanaan dan pelaksanaan bangunan tambahan tersebut dilakukan oleh pihak lain (oleh penyedia jasa) , maka pihak manajemen Metro Tanah Abang sebagai pihak pengguna jasa juga dapat disebut mengalami kerugian.
Robohnya bangunan tambahan Metro Tanah Abang dalam masa pelaksanaan yang menyebabkan tidak berfungsinya bangunan tersebut dapat dinyatakan sebagai kegagalan bangunan. Menurut Bab I Pasal 1 ayat (6) Undang-undang Jasa Konstruksi Nomor 18 tahun 1999 yang dimaksud dengan kegagalan bangunan adalah keadaan bangunan, yang setelah diserahterimakan oleh penyedia jasa kepada pengguna jasa, menjadi tidak berfungsi baik sebagian atau secara keseluruhan dan/atau tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak kerja konstruksi atau pemanfaatannya yang menyimpang sebagai akibat kesalahan penyedia jasa dan/atau pengguna jasa. Undang-undang Jasa Konstruksi (UUJK) menegaskan bahwa tanggungjawab pihak yang terlibat dalam suatu kegiatan konstruksi bukan hanya dalam rentang waktu pelaksanaan, tetapi berlaku juga setelah serah terima akhir pekerjaan. Pasal 25 ayat 2 UUJK menyatakan bahwa kegagalan bangunan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa ditentukan terhitung sejak penyerahan akhir pekerjaan konstruksi dan paling lama 10 (sepuluh) tahun. Penyedia jasa menurut Pasal 16 ayat 1 terdiri dari perencana, pelaksana dan pengawas konstruksi.
Berdasarkan berita dan foto-foto di lokasi kejadian yang dimuat media masa, konstruksi utama bangunan tambahan Metro Tanah Abang tersebut dibuat dari konstruksi baja. Hubungan antara konstruksi baja bangunan tambahan dengan bangunan induk Metro Tanah Abang kemungkinan dipakai baut sebagai konektor. Robohnya bangunan tambahan Metro Tanah Abang dapat disebabkan karena kesalahan perencanaan atau kesalahan dalam pelaksanaan dan pengawasan.
Dalam bidang perencanaan, kesalahan dapat terjadi karena ketidaktelitian dalam perhitungan. Misalnya ketidaktelitian dalam penentuan asumsi beban yang bekerja pada suatu struktur dapat menyebabkan kesalahan dalam menetapkan dimensi struktur yang bisa berakibat fatal. Kesalahan dalam pelaksanaan pekerjaan dapat disebabkan oleh pelaksana (kontraktor) atau oleh pengawas (konsultan supervisi). Kontraktor yang bekerja menyimpang dari speksifikasi teknis merupakan salah satu kesalahan pelaksana. Konsultan supervisi yang tidak benar dalam pengawasan, seperti misalnya membiarkan pelaksana bekerja menyimpang juga merupakan kesalahan pihak pengawas. Nah, apabila kesalahan-kesalahan tersebut dilakukan melebihi batas toleransi spesifikasi teknis dan mengakibatkan kegagalan bangunan, maka pihak-pihak terkait wajib dimintai pertanggungjawaban. Disamping akibat kesalahan yang disebabkan oleh penyedia jasa tersebut, kegagalan bangunan juga dapat disebabkan oleh pengguna jasa (owner). Misalnya pengguna jasa memanfaatkan bangunan tidak sesuai peruntukan awal yang menyebabkan beban yang terjadi pada struktur melebihi beban perencanaan.
Untuk menentukan pihak yang harus bertanggung jawab dalam kasus robohnya bangunan tambahan di pusat grosir Metro Tanah Abang, pihak yang berwenang dapat melibatkan pihak ketiga selaku penilai ahli (Pasal 25 ayat 3 UUJK). Penilai ahli dapat ditunjuk dari akademisi dan praktisi yang memang ahli dibidangnya. Melalui pemeriksaan pihak ketiga akan dapat diketahui letak kesalahannya, apakah terjadi kesalahan di perencanaan atau pelaksanaan/pengawasan.
Tanggungjawab penyedia jasa dalam UUJK Nomor 18 Tahun 1999 disebutkan dalam pasal 26 ayat 1 dan 2. Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan perencana atau pengawas konstruksi, dan hal tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka perencana atau pengawas konstruksi wajib bertanggung jawab sesuai dengan bidang profesi dan dikenakan ganti rugi. Sedangkan ayat 2 menyebutkan, jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan pelaksana konstruksi dan hal tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka pelaksana konstruksi wajib bertanggung jawab sesuai dengan bidang usaha dan dikenakan ganti rugi. Tanggungjawab pihak pengguna jasa disebutkan dalam pasal 27 UUJK.
Sanksi bagi penyelenggara konstruksi dijelaskan dalam Bab X pasal 41, 42 dan 43 UUJK. Pasal 41 menyebutkan Penyelenggara pekerjaan konstruksi dapat dikenai sanksi administratif dan/atau pidana atas pelanggaran Undang-undang ini. Jenis-jenis sanksi sesuai pasal 42 dapat berupa peringatan tertulis sampai sanksi pencabutan izin usaha dan/atau profesi. Sedangkan sanksi pidana dan denda dijelaskan dalam pasal 43 sebagai berikut (1). Barang siapa yang melakukan perencanaan pekerjaan konstruksi yang tidak memenuhi ketentuan keteknikan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenai pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai kontrak. (2) Barang siapa yang melakukan pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang bertentangan atau tidak sesuai dengan ketentuan keteknikan yang telah ditetapkan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenakan pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 5% (lima per seratus) dari nilai kontrak. (3). Barang siapa yang melakukan pengawasan pelaksanaan pekerjaan konstruksi dengan sengaja memberi kesempatan kepada orang lain yang melaksanakan pekerjaan konstruksi melakukan penyimpangan terhadap ketentuan keteknikan dan menyebabkan timbulnya kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenai pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai kontrak.
SUMBER :
http://manajemenproyekindonesia.com/?p=2871
http://civilengineerbali.blogspot.co.id/2010/01/kasus-metro-tanah-abang-tanggungjawab.html
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjosPnCkM_KAhVHbY4KHekpB_QQFggiMAE&url=http%3A%2F%2Fkk.mercubuana.ac.id%2Felearning%2Ffiles_modul%2F11047-1-972756198325.doc&usg=AFQjCNGu4nCv2hYNbluucyz5qJtrhuZvdg&sig2=0FTBx2UQZlMilN2XAQZW6w&bvm=bv.113034660,d.c2E
3. Contoh proyek konstruksi yang berhenti akibat banyak faktor
SEBAB : Konstruksi utama bangunan tambahan Metro Tanah Abang tersebut dibuat dari konstruksi baja. Hubungan antara konstruksi baja bangunan tambahan dengan bangunan induk Metro Tanah Abang kemungkinan dipakai baut sebagai konektor. Robohnya bangunan tambahan Metro Tanah Abang dapat disebabkan karena kesalahan perencanaan atau kesalahan dalam pelaksanaan dan pengawasan.
Di bidang konstruksi sebenarnya sering juga terjadi malpraktek yang disebabkan baik oleh pihak pengguna jasa maupun penyedia jasa. Salah satu contoh malpraktek konstruksi adalah robohnya bangunan tambahan di pusat grosir Metro Tanah Abang yang terjadi pada tanggal 23 Desember 2009 yang lalu.
Robohnya bangunan tambahan di pusat grosir Metro Tanah Abang sangat mungkin disebut sebagai malpraktek konstruksi. Walaupun selama ini robohnya suatu bangunan tidak pernah disebut sebagai malpraktek. Kesalahan-kesalahan di bidang konstruksi yang dilakukan oleh orang-perorang atau badan usaha yang mengakibatkan kerugian bagi pihak lain menurut penulis dapat disebut sebagai malpraktek konstruksi. Dalam kasus Metro Tanah Abang kerugian dialami oleh masyarakat yang menderita luka-luka dan meninggal dunia. Apabila perencanaan dan pelaksanaan bangunan tambahan tersebut dilakukan oleh pihak lain (oleh penyedia jasa) , maka pihak manajemen Metro Tanah Abang sebagai pihak pengguna jasa juga dapat disebut mengalami kerugian.
Robohnya bangunan tambahan Metro Tanah Abang dalam masa pelaksanaan yang menyebabkan tidak berfungsinya bangunan tersebut dapat dinyatakan sebagai kegagalan bangunan. Menurut Bab I Pasal 1 ayat (6) Undang-undang Jasa Konstruksi Nomor 18 tahun 1999 yang dimaksud dengan kegagalan bangunan adalah keadaan bangunan, yang setelah diserahterimakan oleh penyedia jasa kepada pengguna jasa, menjadi tidak berfungsi baik sebagian atau secara keseluruhan dan/atau tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak kerja konstruksi atau pemanfaatannya yang menyimpang sebagai akibat kesalahan penyedia jasa dan/atau pengguna jasa. Undang-undang Jasa Konstruksi (UUJK) menegaskan bahwa tanggungjawab pihak yang terlibat dalam suatu kegiatan konstruksi bukan hanya dalam rentang waktu pelaksanaan, tetapi berlaku juga setelah serah terima akhir pekerjaan. Pasal 25 ayat 2 UUJK menyatakan bahwa kegagalan bangunan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa ditentukan terhitung sejak penyerahan akhir pekerjaan konstruksi dan paling lama 10 (sepuluh) tahun. Penyedia jasa menurut Pasal 16 ayat 1 terdiri dari perencana, pelaksana dan pengawas konstruksi.
Berdasarkan berita dan foto-foto di lokasi kejadian yang dimuat media masa, konstruksi utama bangunan tambahan Metro Tanah Abang tersebut dibuat dari konstruksi baja. Hubungan antara konstruksi baja bangunan tambahan dengan bangunan induk Metro Tanah Abang kemungkinan dipakai baut sebagai konektor. Robohnya bangunan tambahan Metro Tanah Abang dapat disebabkan karena kesalahan perencanaan atau kesalahan dalam pelaksanaan dan pengawasan.
Dalam bidang perencanaan, kesalahan dapat terjadi karena ketidaktelitian dalam perhitungan. Misalnya ketidaktelitian dalam penentuan asumsi beban yang bekerja pada suatu struktur dapat menyebabkan kesalahan dalam menetapkan dimensi struktur yang bisa berakibat fatal. Kesalahan dalam pelaksanaan pekerjaan dapat disebabkan oleh pelaksana (kontraktor) atau oleh pengawas (konsultan supervisi). Kontraktor yang bekerja menyimpang dari speksifikasi teknis merupakan salah satu kesalahan pelaksana. Konsultan supervisi yang tidak benar dalam pengawasan, seperti misalnya membiarkan pelaksana bekerja menyimpang juga merupakan kesalahan pihak pengawas. Nah, apabila kesalahan-kesalahan tersebut dilakukan melebihi batas toleransi spesifikasi teknis dan mengakibatkan kegagalan bangunan, maka pihak-pihak terkait wajib dimintai pertanggungjawaban. Disamping akibat kesalahan yang disebabkan oleh penyedia jasa tersebut, kegagalan bangunan juga dapat disebabkan oleh pengguna jasa (owner). Misalnya pengguna jasa memanfaatkan bangunan tidak sesuai peruntukan awal yang menyebabkan beban yang terjadi pada struktur melebihi beban perencanaan.
Untuk menentukan pihak yang harus bertanggung jawab dalam kasus robohnya bangunan tambahan di pusat grosir Metro Tanah Abang, pihak yang berwenang dapat melibatkan pihak ketiga selaku penilai ahli (Pasal 25 ayat 3 UUJK). Penilai ahli dapat ditunjuk dari akademisi dan praktisi yang memang ahli dibidangnya. Melalui pemeriksaan pihak ketiga akan dapat diketahui letak kesalahannya, apakah terjadi kesalahan di perencanaan atau pelaksanaan/pengawasan.
Tanggungjawab penyedia jasa dalam UUJK Nomor 18 Tahun 1999 disebutkan dalam pasal 26 ayat 1 dan 2. Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan perencana atau pengawas konstruksi, dan hal tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka perencana atau pengawas konstruksi wajib bertanggung jawab sesuai dengan bidang profesi dan dikenakan ganti rugi. Sedangkan ayat 2 menyebutkan, jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan pelaksana konstruksi dan hal tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka pelaksana konstruksi wajib bertanggung jawab sesuai dengan bidang usaha dan dikenakan ganti rugi. Tanggungjawab pihak pengguna jasa disebutkan dalam pasal 27 UUJK.
Sanksi bagi penyelenggara konstruksi dijelaskan dalam Bab X pasal 41, 42 dan 43 UUJK. Pasal 41 menyebutkan Penyelenggara pekerjaan konstruksi dapat dikenai sanksi administratif dan/atau pidana atas pelanggaran Undang-undang ini. Jenis-jenis sanksi sesuai pasal 42 dapat berupa peringatan tertulis sampai sanksi pencabutan izin usaha dan/atau profesi. Sedangkan sanksi pidana dan denda dijelaskan dalam pasal 43 sebagai berikut (1). Barang siapa yang melakukan perencanaan pekerjaan konstruksi yang tidak memenuhi ketentuan keteknikan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenai pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai kontrak. (2) Barang siapa yang melakukan pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang bertentangan atau tidak sesuai dengan ketentuan keteknikan yang telah ditetapkan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenakan pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 5% (lima per seratus) dari nilai kontrak. (3). Barang siapa yang melakukan pengawasan pelaksanaan pekerjaan konstruksi dengan sengaja memberi kesempatan kepada orang lain yang melaksanakan pekerjaan konstruksi melakukan penyimpangan terhadap ketentuan keteknikan dan menyebabkan timbulnya kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenai pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai kontrak.
SUMBER :
http://manajemenproyekindonesia.com/?p=2871
http://civilengineerbali.blogspot.co.id/2010/01/kasus-metro-tanah-abang-tanggungjawab.html
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjosPnCkM_KAhVHbY4KHekpB_QQFggiMAE&url=http%3A%2F%2Fkk.mercubuana.ac.id%2Felearning%2Ffiles_modul%2F11047-1-972756198325.doc&usg=AFQjCNGu4nCv2hYNbluucyz5qJtrhuZvdg&sig2=0FTBx2UQZlMilN2XAQZW6w&bvm=bv.113034660,d.c2E
Tidak ada komentar:
Posting Komentar